Daftar Blog Saya

Minggu, 09 September 2012

problem biaya pendidikan


Pada setiap tahun  ajaran baru, selalu saja terdengar keluhan masyarakat terhadap mahalnya biaya pendidikan yang harus dibayar oleh orang tua atau wali murid. Selain itu juga adanya fasilitas pendidikan yang kurang memadai, seperti misalnya masih ada  gedung sekolah  ambruk, ruang belajar kurang tertata,  dan lagi pula fasilitas pendidikan dalam keadaan minim, dan   lain-lain. Problem-problem di seputar pendidikan seolah-olah tidak pernah ada hentinya.

Sementara pada sisi lain, pemerintah sudah menganggarkan pendidikan sebesar 20 % dari APBN. Dan sebesar itu tentu tidak sedikit dibanding anggaran untuk kementerian lain. Bahkan anggaran untuk pendidikan pada saat ini  adalah yang paling tinggi. Tidak ada anggaran kementerian lainnya yang melebihi besarnya anggaran yang diperuntukkan bagi kementerian pendidikan nasional.

Anggaran belanja   tersebut  digunakan untuk  membiayai penyelenggaraan pendidikan seperti untuk BOS,  peningkatan pendapatan  guru setelah mereka mendapatkan program sertifikasi, peningkatan kualitas professional guru baik melalui pemberian beasiswa studi  lanjut, penataran guru, kepala sekolah, maupun pengawas, melengkapi kebutuhan sarana dan  prasarana sekolah dan lain-lain.

Demikian pula, untuk mengamankan  dan memaksimalkan fungsi  anggaran tersebut, pemerintah telah mengeluarkan  berbagai peraturan terkait dengan pembiayaan sekolah. Misalnya bahwa,  sekolah tidak boleh memungut biaya tambahan dari orang tua atau wali murid.  Sekolah  yang melanggar  ketentuan itu,  maka kepala sekolah akan diberi sanksi. Namun demikian, keluhan-keluhan itu, ternyata  masih saja terdengar dari berbagai tempat. Ada saja sekolah yang menggunakan legitimasi komite sekolah, memungut biaya pendidikan. Akibatnya, terjadi protes dari orang tua atau wali murid, terutama dari mereka yang tidak mampu,  tentang adanya  pungutan biaya pendidikan itu.

Jika demikian halnya, maka sebenarnya  problem itu  adalah   terletak di sekolah masing-masing. Hal itu bisa dibuktikan dari kenyataan  bahwa, problem itu  antara sekolah satu dengan sekolah lainnya berbeda-beda. Terdapat sekolah yang tidak terjadi protes tentang biaya pendidikan, oleh karena tidak memungut biaya apapun dari wali murid, sementara di sekolah lain problem itu  selalu muncul karena  masih memungut biaya pendidikan.  

Menghadapi persoalan tersebut kiranya  perlu dicari sebab musababnya, mengapa sekolah masih  memungut  biaya pendidikan. Ada kalanya,  sekolah menghendaki prestasi lebih dari yang biasa, sehingga memerlukan dana tambahan. Sekolah  ingin memberikan pelayanan, untuk menyalurkan kreativitas para guru dan juga murid untuk meningkatkan prestasinya. Jika demikian halnya maka  pemerintah,  ---------melalui dinas pendidikan setempat, perlu  memberikan biaya lebih  terhadap  mereka yang kreatif seperti itu, agar  tidak melakukan  pemungutan biaya dari orang tua atau wali murid yang kurang mampu.

Dalam kehidupan sehari-hari, ternyata tidak semua orang  menginginkan hidup hanya sesuai dengan  standard. Banyak orang  ingin berprestasi lebih.  Keinginan itu seharusnya  diberikan  saluran,  namun harus  dicari cara yang sekiranya  tidak membebani orang tua atau wali murid.   Melarang kepala sekolah berkreasi, adalah kurang tepat. Sebab sekolah seharusnya  dijadikan  tempat lahirnya kreatifitas. Menghentikan  kreatifitas sama halnya dengan membunuh jiwa  sekolah itu sendiri. Hanya saja yang perlu dipikirkan lagi-lagi  adalah, bagaimana kreatifitas itu tidak membebani atau memberatkan orang tua atau wali murid.

Contoh-contoh hidup kreatif justru harus ditumbuh-kembangkan  oleh sekolah. Sebab kemajuan bangsa ini sebenarnya terletak dari adanya kreatifitas itu, dan sebaliknya bukan karena  keseragaman dari aturan yang ada.   Namun, memanage kreatifitas tidak selalu mudah, oleh karena itu banyak orang menghindarinya. Pemimpin yang tidak  mau repot,  biasanya lebih suka menegakkan peraturan. Sekalipun dengan begitu maka kreatifitas tidak muncul dan sebagai akibatnya tidak akan  ada kemajuan.

Saya termasuk orang  yang menyetujui, jika  kepala sekolah diberi ruang untuk mengembangkan kreatifitas seluas-luasnya. Namun mereka harus diberi tangung jawab agar memperhatikan  orang tua atau wali murid yang tidak mampu.  Pemerintah tidak perlu mengancam kepala sekolah sepanjang tidak menyalah-gunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi.  Pemerintah seharusnya menghargai dua hal sekaligus, yaitu  kreatifitas yang bisa dikembangkan oleh sekolah,  dan juga seberapa banyak pula mereka  berhasil membantu atau meringankan beban orang tua atau wali murid yang mengalami kesulitan. Dengan begitu maka sekolah akan berhasil melakukan peran-peran yang sebenarnya. Wallahu a’lam.
  

Senin, 02 Juli 2012

Minggu, 01 Juli 2012

CERITAKU

            Assalamualaikum dulur-dulurku,kawan-kawan ku dan sahabat-sahabatku semuanya.
Pertama aku masuk MI aku anaknya pendiam,penakut tapi rajin belajar dan gak pernah gak masuk sekolah walaupun itu sakit.suasana di sekolahan ku waktu itu belum begitu moderen,jadi yang sekolah disitu juga seperti itu,pas waktu itu aku ditunjuk untuk ikut lomba tartil di kecamatan pas waktu itu gak ada yang mau untuk mewakili sekolahan ku,akhirnya cuma aku yang di utus,kaU PUN mau

Sabtu, 23 Juni 2012

BANGUN LEBIH PAGI BIKIN HIDUP BAHAGIA


 Kebiasaan bangun lebih pagi memang banyak manfaatnya, bukan saja bagi kesehatan fisik tetapi juga jiwa. Penelitian para ahli pun membuktikannya. 
Analisa para ilmuwan dari Universitas Toronto Kanada menyimpulkan, mereka yang bangun lebih pagi secara umum memiliki kondisi kesehatan yang lebih baik. Orang yang bangun lebih pagi juga merasa lebih bahagia hidupnya dibandingkan yang bangun siang karena mereka lebih mudah beradaptasi dengan jadwal aktivitas sehari-hari.

Menurut peneliti, mereka yang sering bangun kesiangan dan lebih menyukai aktivitas di malam hari cenderung lebih mudah mengalami “social jet lag”.  Ini merupakan suatu kondisi di mana jam biologis tubuh seseorang menjadi tidak selaras dengan aktivitas sosial. Di lain pihak, “orang pagi” terbukti lebih segar, awas, waspada, bahagia dan lebih termotivasi untuk menghadapi  tantangan, selain juga mengalami peningkatan kekebalan tubuh.
Seperti yang dipublikasi dalam journal Emotion, peneliti menemukan bahwa sebagian besar orang cenderung mulai meninggalkan "kebiasaan malam" seperti masa mudanya dan menjadi rutin bagun pagi seiring dengan bertambahnya usia mereka. Renee Biss, pemimpin riset tersebut, mengatakan bahwa penemuan ini membuktikan untuk pertama kali bahwa orang berusia lanjut mengalami peningkatan rasa bahagia seiring dengan kebiasaan bangun yang lebih pagi.

Dalam penelitian ini, ada 435 orang dewasa berusia 17 hingga 38  tahun yang dibandingkan dengan 300 orang berusia 59 hingga 79 tahun. Kedua kelompok ini diminta mengisi kuisioner tentang kondisi emosional, kualitas kesehatan dan waktu favorit untuk berakitivitas.
Hasil kajian menunjukkan, menjelang usia 60 tahun, kebanyakan responden masuk dalam kategori "orang pagi". Kurang dari 10 persen responden berusia muda masuk dalam tipe ini. Seiring bertambahnya usia, statistik ini mengalami perubahan, dimana kurang dari tujuh persen dari populasi masih memiliki kebiasaan bangun siang.
"Apa yang paling menarik dari yang kami temukan adalah kecenderungan responden dewasa berusia lanjut untuk bangun pagi memiliki kontribusi pada mood yang lebih baik ketimbang orang dewasa muda. Orang pagi juga mengaku lebih bahagia ketimbang orang malam, terlepas dari apakah mereka masih muda atau tua. Dan penelitian kami mengindikasikan bahwa kecenderungan bangun lebih pagi seiring pertambahan usia mungkin memiliki manfaat secara emosional. Orang malam mungkin lebih rentan pada  social jet lag; yang berarti jam bilogis mereka tidak selaras denga  jam sosial ," kata Biss, mahasiswa Ph.D dari Departmen Psikologi Universitas Toronto.

hai temen temen ku semua

''Aku mau cerita nich baca ceritaku ya''

Namaku Achmad Cholis mustofa,kebanyakan temen ku sering manggil aku cholis kata temen ku itu sebutan buat orang choli,tapi aku PD aja bro biarin apa kata temen2 ku yang penting happy coy,,,,
aku sekarang tinggal di kota malang aku mondok brooo,,,
berarti aku bisa di bilang santri ya bro,iya lah tapi aku juga mahasiswa loh aku kulia di Uiniversitas Islam Negeri Maulana Malik ibrahim Malang bro keren kan,meskipun belum terkenal aku bangga dengan kampus ku,,apalagi dengan pondok ku broo,,,
aku punya banyak temen dari sabng sampai merauke loh,aku akan bercerita tentang masa kecil ku dlu ya,
aku dulu suka sama cewek pada waktu itu kalau gak salah aku kelas 5 aku mau nembak dia tapi aku takut ditolak,karena pada waktu itu aku gak tau cara nembak cewek,trus aku deketin dia terus caper gitu,tapi masalahnya dia sainganku waktu di kelas bro aku juga gak mau kalah ,akhirnya pas aku dibeliin hp oleh bokapku dia aku sms tiap hari tak tanyain akuperhatiin lewat hp,pas aku tembak lewat hp apa yang terjadi dia gak mau,alesannya cuma apa dia gak pengen pacaran dulu dia pengen serius sekolah dulu karena masih kecil katanya gitu,ohh ya gpp kataku mnamanya juga cinta aku bilang aku akan tunggu kamu sampai kamu mau,akhirnya uda wisudahan aku nerus ke smp 2 dia masuk smp 1,,,,,

Jumat, 06 April 2012


//NUR//

Cahaya adalah energi berbentuk gelombang elekromagnetik yang kasat mata dengan panjang gelombang sekitar 380–750 nm.[1] Pada bidang fisika,
  1. cahaya adalah radiasi elektromagnetik, baik dengan panjang gelombang kasat mata maupun yang tidak. [2][3]
  2. Cahaya adalah paket partikel yang disebut foton.
Kedua definisi di atas adalah sifat yang ditunjukkan cahaya secara bersamaan sehingga disebut "dualisme gelombang-partikel". Paket cahaya yang disebut spektrum kemudian dipersepsikan secara visual oleh indera penglihatan sebagai warna. Bidang studi cahaya dikenal dengan sebutan optika, merupakan area riset yang penting pada fisika modern.
Studi mengenai cahaya dimulai dengan munculnya era optika klasik yang mempelajari besaran optik seperti: intensitas, frekuensi atau panjang gelombang, polarisasi dan fase cahaya. Sifat-sifat cahaya dan interaksinya terhadap sekitar dilakukan dengan pendekatan paraksial geometris seperti refleksi dan refraksi, dan pendekatan sifat optik fisisnya yaitu: interferensi, difraksi, dispersi, polarisasi. Masing-masing studi optika klasik ini disebut dengan optika geometris (en:geometrical optics) dan optika fisis (en:physical optics).
Pada puncak optika klasik, cahaya didefinisikan sebagai gelombang elektromagnetik dan memicu serangkaian penemuan dan pemikiran, sejak tahun 1838 oleh Michael Faraday dengan penemuan sinar katode, tahun 1859 dengan teori radiasi massa hitam oleh Gustav Kirchhoff, tahun 1877 Ludwig Boltzmann mengatakan bahwa status energi sistem fisik dapat menjadi diskrit, teori kuantum sebagai model dari teori radiasi massa hitam oleh Max Planck pada tahun 1899 dengan hipotesa bahwa energi yang teradiasi dan terserap dapat terbagi menjadi jumlahan diskrit yang disebut elemen energi, E.
Pada tahun 1905, Albert Einstein membuat percobaan efek fotoelektrik, cahaya yang menyinari atom mengeksitasi elektron untuk melejit keluar dari orbitnya. Pada pada tahun 1924 percobaan oleh Louis de Broglie menunjukkan elektron mempunyai sifat dualitas partikel-gelombang, hingga tercetus teori dualitas partikel-gelombang.
Albert Einstein kemudian pada tahun 1926 membuat postulat berdasarkan efek fotolistrik, bahwa cahaya tersusun dari kuanta yang disebut foton yang mempunyai sifat dualitas yang sama. Karya Albert Einstein dan Max Planck mendapatkan penghargaan Nobel masing-masing pada tahun 1921 dan 1918 dan menjadi dasar teori kuantum mekanik yang dikembangkan oleh banyak ilmuwan, termasuk Werner Heisenberg, Niels Bohr, Erwin Schrödinger, Max Born, John von Neumann, Paul Dirac, Wolfgang Pauli, David Hilbert, Roy J. Glauber dan lain-lain.
Era ini kemudian disebut era optika modern dan cahaya didefinisikan sebagai dualisme gelombang transversal elektromagnetik dan aliran partikel yang disebut foton. Pengembangan lebih lanjut terjadi pada tahun 1953 dengan ditemukannya sinar maser, dan sinar laser pada tahun 1960. Era optika modern tidak serta merta mengakhiri era optika klasik, tetapi memperkenalkan sifat-sifat cahaya yang lain yaitu difusi dan hamburan.

Jumat, 30 Maret 2012

TAORI BELAJAR KOGNITIVISME


Teori Belajar Kogntif: Konsep Dasar dan Strateginya. Teori Belajar Penemuan (Discovery Learning). Teori ini disampaikan oleh Jerome Bruner (1966). Merupakan suatu pendekatan dalam belajar, dimana siswa berinteraksi dengan lingkungannya dengan jalan mengeksplor dan memanipulasi obyek, bergulat dengan sejumlah pertanyaan dan kontroversi atau melakukan percobaan. Ide dasar dari teori ini adalah siswa akan mudah mengingat suatu konsep jika konsep tersebut mereka dapatkan sendiri melalui proses belajar penemuan. (Prinsip belajar : selidiki/inquiri dan temukan/discover).
Jerome Bruner juga memperkenalkan konsep perkembangan kognisi anak-anak yang mewakili 3 bentuk representasi:
1. Enactive: Pengetahuan anak diperoleh dari aktivitas gerak yang dilakukannya seperi pengalaman langsung atau kegiatan konkrit
2. Iconic: Masa ketika pengetahuan anak diperoleh melalui sajian gambar atau grafis lainnya seperti film dan gambar statis.
3. Symbolic: Suatu tahap dimana anak mampu memahami atau membangun pengetahuan melalui proses bernalar dengan menggunakan simbol bahasa seperti kata-kata atau simbolisasi abstrak lainnya.
Teori Belajar Bermakna
Teori yang disampaikan oleh David Ausebel (1969). Beliau berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kongitif siswa melalui proses belajar yang bermakna. Bermakna yaitu materi pelajaran yang baru match dengan konsep yang ada dalam struktur kognisi siswa.
Sama seperti Bruner dan Gagne, Ausebel beranggapan bahwa aktivitas belajar siswa, terutama meraka yang berada di tingkat pendidikan dasar akan bermanfaat kalau mereka banyak dilibatkan dalam kegiatan langsung. Namun siswa pada pendidikan lebih tinggi, maka kegiatan langsung akan menyita banyak waktu. Untuk mereka, lebih efektif kalau guru menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram dan ilustrasi.
Langkah-langkah yang biasanya dilakukan untuk menerapkan belajar bermakna Ausebel sebagai berikut :
1. Advance Organizer (Handout)
Penyampaian awal tentang materi yang akan dipelajari siswa diharapkan siswa secara mental akan siap untuk menerima materi kalau mereka mengatahui sebelumnya apa yang akan disampaikan guru.
2. Progressive Differensial
Materi pelajaran yang disampaikan guru hendaknya bertahap. Diawali dengan hal-hal atau konsep yang umum, kemudian dilanjutkan ke hal-hal yang khusus, disertai dengan contoh-contoh.
3. Integrative Reconciliation
Penjelasan yang diberikan oleh guru tentang kesamaan dan perbedaan konsep-konsep yang telah mereka ketahui dengan konsep yang baru saja dipelajari.
4. Consolidation
Pemantapan materi dalam bentuk menghadirkan lebih banyak contoh atau latihan sehingga siswa bisa lebih paham dan selanjutnya siap menerima materi baru.
Model Pemrosesan Informasi
Teori ini disampaikan oleh Robert Gagne (1970) dan berpendapat bahwa proses belajar adalah suatu proses dimana siswa terlibat dalam aktivitas yang memungkinkan mereka memiliki kemampuan yang tidak dimiliki sebelumnya.
Terdapat 8 tingkatan kemampuan belajar, dimana kemampuan belajar pada tingkat tertentu ditentukan oleh kemampuan belajar ditingkat sebelumya. Adapun 8 tingkatan belajar tersebut antara lain :
1. Signal Learning
Dari signal yang dilihat/didengarnya, anak akan memberi respon tertentu.
2. Stimulus – Response Learning
Seorang anak yang memberikan respon fisik atau vokal setelah mendapat stimulus – respon yang sederhana
3. Chaining
Kemampuan anak untuk menggabungkan dua atau lebih hasil belajar stimulus – respon yang sederhana. Channing terbatas hanya pada serangkaian gerak (bukan serangkaian produk bahasa lisan.
4. Verbal Association
Bentuk penggabungan hasil belajar yang melibatkan unit bahasa seperti memberi nama sebuah objek / benda.
5. Multiple Discrimination
Kemampuan siswa untuk menghubungkan beberapa kemampuan chainning sebelumnya.
6. Concept Learning
Belajar konsep artinya anak mampu memberi respon terhadap stimulus yang hadir melalui karakteristik abstraknya. Melalui pemahaman konsep siswa mampu mengidentifikasikan benda lain yang berbeda ukuran, warna, maupun materinya, namun masih memiliki kararkteristik dari objek itu sendiri.
7. Principle Learning
Kemampuan siswa untuk menghubungkan satu konsep dengan konsep lainnya.
8. Problem Solving
Siswa mampu menerapkan prinsip-prinsip yang telah dipelajari untuk mencapai satu sasaran.
Adapun terdapat tiga komponen utama dalam pemrosesan informasi, yaitu :
MEMORI JANGKA PENDEK
MEMORI JANGKA PANJANG
REGISTER PENGINDERAAN
Penyebab lupa yang terjadi pada proses interferensi, yaitu :
PENYEBAB LUPA
Hambatan Proaktif : Dimana berinterferensi dengan tugas yang dipelajari kemudian
Hambatan Retroaktif : Dimana apabila mempelajari suatu tugas kedua membuat seseorang lupa apa yang telah dipelajari sebelumnya
Strategi Kognitif
Strategi kognitif merupakan keterampilan yang terorganisasi dari dalam yang fungsinya untuk mengatur dan memonitor penggunaan konsep dan aturan atau kemampuan internal yang terorganisasi yang dapat membantu siswa dalam proses belajar, proses berpikir, memecahkan masalah dan mengambil keputusan (Gagne, 1974).
Stretegi kognitif merupakan kemampuan tertinggi dari domain kognitif (Gagne’s Taxonomy) setelah analisis, sintesis dan evaluasi (Bloom Taxonomy).
Adapun jenis Strategi Kognitif, antara lain :
1. Strategi memperhatikan dan melakukan pengamatan secara efektif
2. Strategi meng-encode materi yang dihadapi untuk penyimpanan jangka panjang (image forming, focusing, scanning dsb)
3. Strategi mengingat kembali (retrival), (mnemonic system, visual images, rhyming)
4. Strategi pemecahan masalah
Pemerolehan Strategi Kognitif
Pemerolehan kerapkali segera diperoleh dan penggunaannya makin dapat diandalkan melalui latihan dan praktek.
Kondisi belajar untuk strategi kognitif, ditentukan oleh dua hal :
1. Kondisi dalam diri pelajar
Memahami konsep dengan mengatakan berkali-kali dalam hal menghafal
2. Kondisi dalam situasi belajar
Strategi yang berorientasi pada tugas dan ditemukan sendiri oleh pembelajar
Cognitive Development Model
Model ini disampaikan oleh Jean Piaget (1896-1980). Menurut Piaget ada empat tahapan perkembangan kognisi manusia, sebagai berikut :
1. Tingkat Sensorimotor (0-2 thn)
Anak mulai belajar dan mengendalikan lingkungannya melalui kemampuan panca indra dan gerakannya. Perilaku bayi pada tahap ini semata-mata berdasarkan pada stimulus yang diterimanya. Sekitar usia 8 bulan, bayi memilki pengetahuan object permanence yaitu walaupun object pada suatu saat tidak terlihat didepan matanya, tidak berarti objek tersebut tidak ada. Sebelum usia 8 bulan bayi pada umumnya beranggapan bahwa benda yang tidak mereka lihat berarti tidak ada. Pada tahap ini, bayi memiliki dunianya berdasarkan pengamatannya atas dasar gerakan/aktivitas yang dilakukan orang-orang disekelilingnya.
2. Tahap Preoporational (2-7 thn)
Anak-anak pada tahap ini sudah mampu berpikir sebelum bertindak, meskipun kemampuan berpikirnya belum sampai pada tingkat kemampuan berpikir logis. Masa 2-7 thn, kehidupan anak juga ditandai dengan sikap egosentris, dimana mereka berpikir subyektif dan tidak mampu melihat obyektifitas pandangan orang lain, sehingga mereka sukar menerima pandangan orang lain.
Ciri lain dari anak yang perkembangan kognisinya ada pada tahap preporational adalah ketidakmampuannya membedakan bahwa 2 objek yang sama memiliki masa, jumlah atau volume yang tetap walaupun bentuknya berubah-ubah. Karena belum berpikir abstrak, maka anak-anak di usia ini lebih mudah belajar jika guru melibatkan penggunaan benda yang konkrit daripada menggunakan hanya kata-kata saja.
3. Tahap Concrete (7-11 thn)
Pada umumnya, pada tahap ini anak-anak sudah memiliki kemampuan memahami konsep konservasi (concept of conservacy), yaitu meskipun suatu benda berubah bentuknya, namun masa, jumlah atau volumenya adalah tetap. Anak juga sudah mampu melakukan observasi, menilai dan mengevaluasi sehingga mereka tidak se-egosentris sebelumnya. Kemampuan berpikir anak pada tahap ini masih dalam bentuk konkrit, mereka belum mampu berpikir abstrak, sehingga mereka juga hanya mampu menyelesaikan soal-soal pelajaran yang bersifat konkrit. Aktifitas pembelajaran yang melibatkan siswa dalam melibatkan siswa dalam pengalaman langsung sangat efektif dibandingkan dengan penjelasan guru dalam bentuk verbal (kata-kata).
4. Tahap Formal Operations (11 thn ke atas)
Pada tahap ini, kemampuan siswa sudah berada pada tahap berpikir abstrak. Mereka mampu mengajukan hipotesa, menghitung konsekuensi yang mungkin terjadi serta menguji hipotesa yang mereka buat. Kalau dihadapkan pada suatu persoalan, siswa pada tahap perkembangan formal operational mampu memformulasikan semua kemungkinan dan menentukan kemungkinan yang mana yang paling mungkin terjadi berdasarkan kemampuan berpikir analistis dan logis.
Walaupun pada mulanya, piaget beranggapan bahwa pada usia sekitar 15 tahun, hampir semua remaja akan mencapai tahap perkembangan formal operation ini. Namun kenyataan membuktikan bahwa banyak siswa SMU bahkan sebagian orang dewasa sekali pun tidak memiliki kemampuan berpikir dalam tingkat ini.
Teori Kognitif: Pendekatan Konstruktivisme
Pada dasarnya pengetahuan yang kita miliki adalah konstruktivisme (bentukan) kita sendiri (Von Glaseserfeld, 1996). Seseorang yang belajar akan membentuk pengertian, ia tidak hanya meniru atau mencerminkan apa yang diajarkan atau yang ia baca, melainkan menciptakan pengertian baik secara personal maupun sosial (Resnick, 1983 ; Bettencourt, 1989). Pengetahuan tersebut dibentuk melalui interaksi dengan lingkungannya.
Agar dapat mengerti sesuatu yang dipelajari, maka pembelajar harus bisa menemukan, mengorganisir, menyimpan, mengemukakan dan memikirkan suatu konsep atau kejadian dalam proses yang aktif dan konstruktif. Melalui proses pembentukan konsep yang terus menerus maka pengertian bisa dibangun (Bettencourt, 1989).
Pandangan Konstruktivisme
Mengajar bukanlah memindahkan pengetahuan dari guru ke murid, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya (Bettencourt, 1989).
Berpikir yang baik lebih penting daripada mempunyai jawaban yang benar (Von Glasersfeld, 1989).
Gagasan Konstruktivisme Tentang Pengetahuan
Siswa mengkonstruksi skema kognitif, kategori, konsep dan struktur dalam membangun pengetahuan, sehingga setiap siswa memiliki skema kognitif, kategori dan struktur yang berbeda
Proses abstraksi dan refleksi seseorang menjadi sangat berpengaruh dalam kontribusi pengetahuan (Reflection/abstraction as primary).
Faktor Yang Mempengaruhi Konstruksi Pengetahuan
1. Hasil konstruksi yang telah dimiliki (Constructed Knowledge)
2. Domain pengalaman (Domain Of Experience)
3. Jaringan struktur kognitif (Existing Cognitive Structure)
Makna Belajar Dalam Konstruktivisme
a. Belajar berarti membentuk makna
b. Konstruksi merupakan proses yang terus menerus
c. Belajar bukan kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi proses pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian
Peran Dalam Pembelajaran Konstruktivisme
a. Menyediakan pengalaman belajar
b. Memberikan kegiatan yang merangsang keingintahuan mahasiswa
c. Menyediakan sarana yang membuat mahasiswa berpikir produktif
d. Memonitor dan mengevaluasi hasil belajar mahasiswa
Proses Pembelajaran Konstruktivisme
a. Orientasi (Apersepsi)
b. Elisitasi, Pengungkapan ide siswa
c. Restrukturisasi ide : (menjelaskan ide, berargumentasi, membangun ide baru dan mengevaluasi ide baru)
Evaluasi Dalam Pembelajaran Konstruktivisme
Alternative Assesment, dengan menggunakan potofolio, observasi proses, simulasi dan permainan, dinamika kelompok, studi kasus dan performance appraisal
Strategi Pembelajaran Konstruktivisme
Antara lain Student-Centered Learning Strategis, dimana siswa belajar aktif, belajar mandiri, belajar kooperatif dan kolaboratif, self-regulated learning dan generative learning.
Implikasi Konstruktivisme terhadap Proses Belajar
Berdasarkan prinsip bahwa ”Dalam belajar seseorang harus mengkonstruksi sendiri pengetahuannya”, maka guru hendaknya mengusahakan agar murid aktif berpartisipasi dalam membangun atau mengkonstruksi pengetahuannya.
Ada dua pertanyaan yang perlu dicermati guru, yaitu :
1. Pengalaman-pengalaman apa yang harus disediakan bagi para siswa supaya dapat memperlancar proses belajar
2. Bagaimana pembelajar dapat mengungkapkan atau menyajikan apa yang telah mereka ketahui untuk memberi arti pada pengalaman-pengalaman itu (Tobin, Trippin dan Gallard, 1994)
Model pembelajaran yang menggambarkan prinsip konstruktivisme : kesempatan yang luas bagi siswa untuk mengungkapkan gagasan dan pemikirannya, siswa dibantu untuk lebih berpikir dan merefleksikan pengetahuan mereka dalam kegiatan seperti : diskusi kelompok, debat, menulis paper, membuat laporan penelitian dimajalah, berdiskusi dengan para ahli, meneliti dilapangan, mengungkapkan pertanyaan dan sanggahan terhadap apa yang disampaikan guru, dll.
Teori Konstruktivisme
Lebih dua dasa warsa terakhir ini, dunia pendidikan mendapat sumbangan pemikiran dari teori konstruktivisme sehingga banyak negara mengadakan perubahan-perubahan secara mendasar terhadap sistem dan praktik pendidikan mereka, bahkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pun tak luput dari pengaruh teori ini. Paul Suparno dalam “Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan” mencoba mengurai implikasi filsafat konstruktivisme dalam praktik pendidikan.
Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) kita sendiri (Von Glaserfeld). Pengetahuan bukan tiruan dari realitas, bukan juga gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang dengan membuat struktur, kategori, konsep, dan skema yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan tersebut.
Jika behaviorisme menekankan ketrampilan atau tingkah laku sebagai tujuan pendidikan, sedangkan maturasionisme menekankan pengetahuan yang berkembang sesuai dengan usia, sementara konstruktivisme menekankan perkembangan konsep dan pengertian yang mendalam, pengetahuan sebagai konstruksi aktif yang dibuat siswa. Jika seseorang tidak aktif membangun pengetahuannya, meskipun usianya tua tetap tidak akan berkembang pengetahuannya. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena yang sesuai. Pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja, melainkan harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing orang. Pengetahuan juga bukan sesuatu yang sudah ada, melainkan suatu proses yang berkembang terus-menerus. Dalam proses itu keaktivan seseorang sangat menentukan dalam mengembangkan pengetahuannya.
Jean Piaget adalah psikolog pertama yang menggunakan filsafat konstruktivisme, sedangkan teori pengetahuannya dikenal dengan teori adaptasi kognitif. Sama halnya dengan setiap organisme harus beradaptasi secara fisik dengan lingkungan untuk dapat bertahan hidup, demikian juga struktur pemikiran manusia. Manusia berhadapan dengan tantangan, pengalaman, gejala baru, dan persoalan yang harus ditanggapinya secaca kognitif (mental). Untuk itu, manusia harus mengembangkan skema pikiran lebih umum atau rinci, atau perlu perubahan, menjawab dan menginterpretasikan pengalaman-pengalaman tersebut. Dengan cara itu, pengetahuan seseorang terbentuk dan selalu berkembang.
Proses tersebut meliputi:
1. Skema/skemata adalah struktur kognitif yang dengannya seseorang beradaptasi dan terus mengalami perkembangan mental dalam interaksinya dengan lingkungan. Skema juga berfungsi sebagai kategori-kategori utnuk mengidentifikasikan rangsangan yang datang, dan terus berkembang.
2. Asimilasi adalah proses kognitif perubahan skema yang tetap mempertahankan konsep awalnya, hanya menambah atau merinci.
3. Akomodasi adalah proses pembentukan skema atau karena konsep awal sudah tidak cocok lagi.
4. Equilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya (skemata). Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi.
Bermakna dan Menghafal
Menurut Ausubel, ada dua macam proses belajar yakni belajar bermakna dan belajar menghafal.
http://pkab.files.wordpress.com/2008/05/visit_pkab.jpg?w=296&h=150
Belajar bermakna berarti informasi baru diasimilasikan dalam struktur pengertian lamanya. Belajar menghafal hanya perlu bila pembelajar mendapatkan fenomena atau informasi yang sama sekali baru dan belum ada hubungannya dalam struktur pengertian lamanya. Dengan cara demikian, pengetahuan pembelajar selalu diperbarui dan dikonstruksikan terus-menerus. Jelaslah bahwa teori belajar bermakna Ausubel bersifat konstruktif karena menekankan proses asimilasi dan asosiasi fenomena, pengalaman, dan fakta baru ke dalam konsep atau pengertian yang sudah dimiliki siswa sebelumnya.
Berlandaskan teori Piaget dan dipengaruhi filsafat sainsnya Toulmin yang mengatakan bahwa bagian terpenting dari pemahaman manusia adalah perkembangan konsep secara evolutif, dengan terus manusia berani mengubah ide-idenya, Posner dkk lantas mengembangkan teori belajar yang dikenal dengan teori perubahan konsep. Tahap pertama dalam perubahan konsep disebut asimilasi, yakni siswa menggunakan konsep yang sudah dimilikinya untuk menghadapi fenomena baru. Namun demikian, suatu ketika siswa dihadapkan fenomena baru yang tak bisa dipecahkan dengan pengetahuan lamanya, maka ia harus membuat perubahan konsep secara radikal, inilah yang disebut tahap akomodasi.
Tugas pendidikan adalah bagaimana dua tahap tersebut bisa terus berlangsung dengan terus memberi tantangan sehingga ada ketidakpuasan terhadap konsep yang telah ada. Praktik pendidikan yang bersifat hafalan seperti yang selama ini berlangsung jelas sudah tidak memadai lagi, bahkan bertentangan dengan hakikat pengetahuan dan proses belajar itu sendiri.
Untuk Direfleksikan
Selama ini praktik pendidikan kita masih sibuk dengan UAN, seragam, les tambahan, buku pelajaran, yang orientasinya hanya praktik penjejalan materi pelajaran dan hasil yang akan dicapai dengan mengabaikan proses berpikir dan pembentukan pengetahuan oleh siswa sendiri secara aktif. Tidak mengherankan bila hasil survei Unesco terhadap anak usia 15 tahun di 43 negara menempatkan Indonesia sebagai yang terendah bersama Albania dan Peru dalam hal basic skills yang meliputi kemampuan matematika, membaca, dan sains.
Kita tak perlu pongah dengan mengatakan bahwa ada anak-anak Indonesia yang berhasil menyabet kejuaraan dunia sejenis Olimpiade Matematika dan lain-lain, karena “anak unggul” semacam itu jumlahnya hanya satu dua di antara jutaan anak Indonesia lainnya. Justru lebih parah lagi apabila orientasi pendidikan tertuju hanya untuk meraih juara sambil menutup mata terhadap kenyataan yang ada secara umum.
Konstruktivisme bisa dijadikan alat refleksi kritis bagi para penyusun kurikulum, pengambil kebijakan, dan pendidik untuk membuat pembaruan sistem dan praktik pendidikan kita sehingga perubahan-perubahan yang ada bukan sekadar di permukaan, namun menukik ke “roh” pendidikan itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
·         Bell-Geller, M.E. Learning and Instruction: Theory Into Practice, Macmillan Publishing Company, New York, 1986.
·         Irawan, Prasetya, Teori Belajar. Program Pengembangan Keterampilan DAsar Teknik Instruksional (PEKERTI) Untuk Dosen MUda. Pusat Antar Universitas_Dikti, Depdikbud, 1997
·         Subiyanto, Paul. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan.
·         Slavin, Robert E. Educational Psychology: Theory and Practice (Development During Childhood and Adolescence). Allyn and Bacon Paramount Publishing, Massachusetts, 1994.

Senin, 27 Februari 2012

MENJADI GURU YANG PROFOSIONAL


BAB I
PENDAHULUAN

Profesi guru saat ini masih dibicarakan banyak orang, baik dikalangan para pakar pendidikan maupun di luar pakar pendidikan. Bahkan beberapa tahun terakhir ini berita tentang guru banyak dimuat di surat kabar, baik elektronik maupun cetak. Ironisnya berita-berita tersebut memuat tentang sisi negative guru yang mungkin hanya sesekali dan merupakan kekhilafan seorang guru. Lebih menyedihkan lagi guru tidak bisa membela diri terhadap fenomena semacam itu.
Memang jika terkait pada masalah di atas, posisi guru berada pada serba salah. Disatu sisi ia harus menjadi sosok yang patut diteladani, namun di sisi lain juga harus membela harga dirinya yang tercabik-cabik. Wibawa guru secara tidak langsung telah dirongrong oleh tuduhan dan protes dari berbagai kalangan. Meskipun bisa membela diri, tidak akan mengembalikan citra guru pada kondisi semula. Bisa jadi malah bertambah buruk jika tanggapan berbagai kalangan tetap negative.
Sikap dan perilaku masyarakat memang bukan tanpa alas an. Sebab ada sebagian guru yang melanggar / menyimpang dari kode etiknya, walaupun itu hanya sebagian kecil. Namun seberapa pun kecilnya kesalahan guru, reaksi masyarakat sangat besar. Hal ini dapat dimaklumi mengingat guru adalah sosok yang menjadi anutan bagi masyarakat di sekitarnya.
Hanya saja permasalahannya sekarang, bagaimana supaya masyarakat tidak menjadikan guru sebagai sosok yang selalu benar, tidak boleh ada kesalan sedikitpun. Bagaimanapun juga guru adalah manusia yang terkadang bisa berbuat salah. Oleh kaena itu janganlah guru selalu dijadikan kambing hitam dalam setiap permasalahan yang menimpa anak didiknya.
Memang ada sebagian besar guru yang tidak professional dalam cara mengajarnya. Menurut Moh. Uzer Usman hal ini disebabkan karena beberapa faktor yaitu:
1. Adanya pandangan sebagian masyarakat, bahwa siapapun dapat menjadi guru asalkan ia berpengetahuan.
2. Kekurangan guru di daerah terpencil, memberikan peluang untuk mengangkat seseorang yang tidak mempunyai keahlian untuk menjadi guru.
3. Banyak guru yang belum menghargai profesinya, apalagi berusaha mengembangkan profesinya itu. Perasaan rendah diri karena menjadi guru, penyalahgunaan profesi untuk kepuasan dan kepentingan pribadinya, sehingga wibawa guru semakin merosot.
Sudah saatnya bagi siapa saja, khususnya guru untuk mengubah citra negative tersebut.
Peningkatan profesionalisme guru sudah menjadi hal yang mutlak untuk dilaksanakan. Tanpa digagas pun, seorang guru hendaklah memiliki inisiatif sendiri untuk selalu mengembangkan potensi profesionalismenya. Sehingga harapan ke depannya guru mampu mengimbangi perkembangan teknologi yang semakin pesat.


BAB II
TUGAS, PERAN, DAN KOMPETESI GURU

Tugas Guru
Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar, melatih. Tugas guru dalam bidang kemanusiaan di sekolah harus dapat menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua. Ia harus menarik simpati sehingga ia menjadi idola para siswanya.
Tugas dan peran guru tidaklah terbatas di dalam masyarakat, bahkan guru pada hakikatnya komponen strategis yang memilih peran yang penting dalam menentukan gerak maju kehidupan bangsa. Semakin akurat para guru melaksanakan fungsinya, semakin terjamin tercipta dan terbinanya kesiapan dan keandalan seseorang sebagai manusia pembangunan.
Peran Guru dalam Proses Belajar-Mengajar
Peran dan kompetensi guru dalam proses belajar-mengajar meliputi banyak hal sebagaimana yang dikemukakan oleh Adam & Decey dalam Principles of Student Teaching, antara lain guru sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan, partisipan, ekspeditor, perencana, supervisor, motivator, dan konselor.
Pengertian Profesionalisme
Profesionalisme berasal dari kata dasar professional yang berarti a vocation an wich professional knowledge of some department of learning science is used in its applications to the of other or in the practice of an art found it.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu pekerjaan professional memerlukan beberapa ilmu yang sengaja harus dipelajari dan kemudian diaaplikasikan bagi kepentingan umum. Atas dasar inilah maka pekerjaan professional berbeda dengan pekerjaan lain, karena di dalamnya dibutuhkan kecakapan dan ketrampilan khusus.
Professional yang berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian seperti guru, dokter, hakim, dan sebagainya. Dengan kata lain pekerjaan yang bersifat professional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain. (Dr. Nana Sudjana, 1988)
Dengan bertitik tolak pada pengertian ini, maka pengertian guru professional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Atau dengan kata lain, guru professional adalah guru yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya. (Agus F. Tamyong, 1987).
Yang dimaksud terdidik dan terlatih di sini bukan hanya memperoleh pendidikan formal, tetapi juga memiliki kemampuan, menguasai berbagai teknik dan strategi dalam kegiatan belajar mengajar, dan juga menguasai dasar-dasar / landasan-landasan kependidikan. Lebih dari itu guru mampu memberikan peserta didik kenyaman dan ketentraman dalam proses belajar mengajar. Hal ini penting sebab faktor suasana juga mempengaruhi proses belajar siswa.
Syarat-syarat Profesi
Mengingat bahwa tidak sembarangan orang bisa menjadi seorang guru, dan tidak hanya memiliki pengetahuan saja unutk menjadi seorang guru, maka dalam hal ini dibuatlah beberapa kriteria sebagai tolok ukur sehingga seperti apa / bagaimana seorang guru dapat dikatakan telah professional. Sebab tugas guru tidak sekedar transfer ilmu pengetahuan, tetapi lebih dari itu guru memilliki tanggungjawab terhadap proses belajar siswa-siswanya. Adapun persyaratan tersebut antara lain (Drs. Moh. Ali, 1985) :
1. Menuntut adanya ketrampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam.
2. Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.
3. Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai.
4. Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dan pekerjaan yang dilaksanakannya.
5. Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.
Dari beberapa persyaratan yang telah dikemukakan di atas, jelas bahwasanya pekerjaan professional harus ditempuh melalui jenjang pendidikan yang khusus menyiapkan pekerjaan itu. Adapun untuk profesi guru maka jalur pendidikan yang dapa tdi tempuh misalnya, Pendidikan Guru Sekolah dasar (PGSD), Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyyah (PGMI), IKIP, dan fakultas di luar lembaga keguruan lainnya.
Jenis-Jenis Kompetensi
1. Kompetensi Pribadi, seperti mengembangkan kepribadian, berinteraksi dan berkomunikasi, melaksanakan bimbingan dan penyuluhan, dan melaksanakan administrasi sekolah.
2. Kompetensi Profesional, seperti menguasai landasan kependidikan, menguasai bahan pengajaran, menyusun program pengajaran, melakssanakan program pengajaran, dan menilai hasil dan proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan.


BAB III
KONDISI BELAJAR MENGAJAR YANG EFEKTIF

Guru dituntut untuk mampu mengelola proses belajar-mengajar yang memberikan rangsangan kepada siswa sehingga ia mau belajar karena memang siswalah subjek utama dalambelajar. Dalam menciptakan kondisi belajar mengajar yang efektif sedikitnya ada lima jenis variable yang menentukan keberhasilan melajar siswa, sebagai berikut:
1. Melibatkan siswa secara aktif
Aktivitas belajar murid dapat digolongkan ke dalam beberapa hal.
a. Aktivitas visual (visual activities) seperti membaca, menulis, melakukan eksperimen, dan demonstrasi.
b. Aktivitas lisan (oral activities) seperti bercerita, membaca sajak, tanya jawab, diskusi, menyanyi.
c. Aktivitas mendengarkan (listening activities) seperti mendengarkan penjelasan guru, ceramah, pengarahan.
d. Aktivitas gerak (motor activities) seperti senam, atletik, menari, melukis.
e. Aktivitas menulis (writing activities) seperti mengarang, membuat makalah, membuat surat.
2. Menarik minat dan perhatian siswa
Kondisi belajar mengajar yang efektif adalah adanya minat dan perhatian siswa dalam belajar. minat merupakan suatu sifat yang relative menetap pada diri seseorang. Minat ini besar sekali pengaruhnya terhadap belajar sebab dengan minat seseorang akan melakukan sesuatu yang diminatinya. Sebaliknya, tanpa minat seseorang tidak mungkin melakukan sesuatu. Misalnya seorang anak menaruh minat pada bidang kesenian, maka ia akan berusaha untuk mengetahui lebih banyak terhadap kesenian.
3. Membangkitkan motivasi siswa
Motivasi dapat timbul dari dalam individu (intrinsik) dan dapat pula timbul akibat pengaruh dari luar dirinya (ekstrinsik). Motivasi intrinsic timbul sebagai akibat dari dalam individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan dari orang lain, tetapi atas kemauan sendiri. Sedangkan motivasi ekstrinsik timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau melakukan sesuatu atau belajar.
4. Prinsip individualitas
Pengajaran individual bukanlah semata-mata pengajaran yang hanya ditujukan kepada seorang saja melainkan dapat saja ditujukan kepada sekelompok siswa atau kelas, namun dengan mengakui dan melayani perbedaan-perbedaan siswa sehingga pengajaran itu memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing siswa secara optimal.
5. Peragaan dalam pengajaran
Belajar yang efektif harus mulai dengan pengalaman langsung atau pengalaman konkret dan menuju kepada pengalaman pengalaman yang lebih abstrak. Belajar akan lebih efektif jika dibantu dengan alat peraga pengajaran dari pada bila siswa belajar tanpa dibantu dengan alat pengajaran.


BAB IV
KLASIFIKASI TUJUAN DAN PENILAIAN PROSES

1. Perumusan tujuan pembelajaran dan kaitannya dengan taksonomi hasil belajar
Hasil belajar yang dicapai oleh siswa sangat erat kaitannya dengan rumusan tujuan instruksional yang direncanakan guru sebelumnya. Hal ini dipengaruhi pula oleh kemampuan guru sebagai perancang belajar-mengajar. Untuk itu guru dituntut menguasai taksonomi hasil belajar yang selama ini dijadikan pedoman dalam perumusan tujuan instruksional yang tidak asing lagi bagi setiap guru dimana pun ia bertugas.
Tujuan instruksional pada umumnya dikelompokkan kedalam tiga kategori, yakni domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Domain kognitif mencakup tujuan yang berhubungan dengan ingatan., pengetahuan, dan kemampuan intelektual. Domain afektif mencakup tujuan-tujuan yang berhubungan dengan perubahan-perubahan sikap, nilai, perasaan, dan minat. Domain psikomotor mencakup tujuan-tujuan yang berhubungan dengan manipulasi dan kemampuan gerak.
a. Klasifikasi tujuan kognitif (Bloom, 1956), ada enam yaitu, ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.
b. Klasifikasi tujuan afektif (Krathwohl, 1964), terbagi dalam lima kategori yaitu, penerimaan, pemberian respon, penilaian, pengorganisasian, dan karakterisasi.
c. Klasifikasi tujuan psikomoto (Dave, 1970), terbagi dalam lima kategori, yaitu peniruan, manipulasi, ketetapan, artikulasi, pengalamamiahan.
2. Penilaian ketrampilan proses
Penilaian prose dapat diartikan penilaian terhadap proses belajar yang sedang berlangsung, yang dilakukan oleh guru dengan memberikan umpan balik secara langsung kepada seorang siswa atau kelompok siswa.
Kemampuan atau ketrampilan yang terdapat dalam penilaian proses yaitu, mengamati, menggolongkan, menafsirkan, meramalkan, menerapkan, merencanakan penelitian, dan mengkomunikasikan.


BAB V
PENYUSUNAN PROGRAM PENGAJARAN

Sesuai dengan kurikulum pendidikan dasar 9 tahun dan SMU bahwa dalam penyusunan program pengajaran, perlu diperhatikan komponen-komponen penting berikut :
1. Penguasaan materi pelajaran
Penguasaan materi bagi guru merupakan hal yang sangat menentukan, khususnya dalam proses belajar mengajar yang melibatkan guru mata pelajaran.
2. Analisis materi pelajaran (AMP)
Adalah hasil dari kegiatan yang berlangsung sejak seorang guru mulai meneliti isi GBPP kemudian mengkaji materi dan menjabarkannya serta mempertimbangkan penyajiannya. AMP adalah salah satu bagian dari rencana kegiatan belajar mengajar yang berhubungan erat dengan materi pelajaran dan strategi penyajiannya.
3. Program tahunan dan program caturwulan
Merupakan bagian dari program pengajaran. Program tahunan memuat alokasi waktu untuk setiap pokok bahasan dalam setiap tahun pelajaran. Program caturwulan merupakan salah satu bagian dari program pengajaran yang memuat alokasi waktu untuk membuat program caturwulan.
4. Program satuan pelajaran / persiapan mengajar
Yaitu salah satu bagian dari program pengajaran yang memuat suatu bahasan untuk disajikan dalam beberapa kali pertemuan.
5. Rencana pengajaran
Rencana pengajaran berfungsi sebagai acuan untuk melaksanakan proses belajar di kelas agar lebih efisien dan efektif.


BAB VI
BEBERAPA KETRAMPILAN DASAR MENGAJAR

1. Ketrampilan bertanya
Dalam proses belajar mengajar, bertanya memainkan peranan penting sebab pertanyaan yang tersusun dengan baik dan teknik pelontaran yang tepat pula akan memberikan dampak positif terhadap siswa.
2. Ketrampilan memberi penguatan
Penguatan adalah segala bentuk respon, apakah bersifat verbal ataupun nonverbal, yang merupakan bagian dari modifikasi tingkah laku guru terhadap laku siswa, yang bertujuan untuk memberikan informasi atau umpan balik bagi si penerima atas perbuatannya sebagai suatu tindak dorongan ataupun koreksi.
3. Ketrampilan mengadakan variasi
Variasi stimulus adalah suatu kegiatan guru dalam konteks proses interaksi belajar-mengajar yang ditujukan untuk mengatasi kebosanan murid sehingga, dalam situasi belajar-mengajar, murid senantiasa menunjukkan ketekunan, antusiasme, serta penuh partisipasi.
4. Ketrampilan menjelaskan
Yaitu penyajian informasi secara lisan yang diorganisasi secara sistematik untuk menunjukkan adanya hubungan yang satu dengan yang lainnya, misalnya antara sebab dan akibat, definisi dengan contoh atau dengan sesuatu yang belum diketahui.
5. Ketrampilan membuka dan menutup pelajaran
Kegiatan membuka pelajaran tidak hanya dilakukan oleh guru pada awal jam pelajaran, tetapi juga pada awal setiap penggal kegiatan inti pelajaran yang diberikan selala jam pelajaran itu.
Latihan penerapan dalam pengajaran mikro
a. Sajikan suatu pengajaran selama 10 – 15 menit. Khususkan latihan dalam hal :
- menarik perhatian siswa
- menimbulkan motivasi
- member acuan
- menutup pelajaran
b. sajikan suatu pengajaan selama 10 – 15 menit. Latihlah semua komponen membuka dan menutup pelajaran. Mintalah teman sejawat anda untuk mengamatinya dengan menggunakan lembar observasi ketrampilan membuka dan menutup pelajaran. Bila ada video-tape-recorder, rekamlah dan putar kembali untuk mengetahui kelemahan yang perlu diperbaiki.
6. Ketrampilan membimbing diskusi kelompok kecil
Diskusi kelompok adalah suatu proses yang teratur yang melibatkan sekelompok orang dalam interaksi tatap muka yang informal dengan berbagai pengalaman atau informasi, pengambilan kesimpulan, atau pemecahan masalah.
7. Ketrampilan mengelola kelas
Pengelolaan kelas adalah ketrampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses belajar-mengajar.
8. Ketrampilan mengajar kelompok kecil dan perseorangan
Pengajaran kelompok kecil dan perseorangan memungkinkan guru memberikan perhatian terhadap setiap siswa serta terjadinya hubungan yang lebih akrab antara guru dan siswa maupun antara siswa dengan siswa.


BAB VII
PENILAIAN KEMAMPUAN MENGAJAR

Kompetensi yang harus dimiliki setiap calon guru salah satunya adalah kemampuan melaksanakan program pengajaran yang merupakan salah satu criteria eberhasilan pendidikan prajabatan guru, maka perlu ada semacam instrumen penilaian yang dapat mengunggkapkan aspek-aspek ketrampilan yang sifatnya dasar dan umum.
Untuk memenuhi harapan tersebut di atas yang dapat mengetahui dan mengungkapkan kemampuan dalam mengajar sebagai salah satu aspek kelayakan kemampuan guru, dapat digunakan Instrumen Penilaian Kemampuan Mengajar (IPKM) dan selama ini dipakai sebagai salah satu alat penilaian kemampuan mengajar yang terdiri dari :
1. Lembar penilaian ketrampilan menyusun rencana pengajaran atau satuan pelajaran (IPKM-1)
2. Lembar penilaian ketrampilan melaksanakan prosedur mengajar atau pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar di kelas (IPKM-2)
3. Lembar penilaian ketrampilan melaksanakan hubungan antarpribadi (IPKM-3)


BAB VIII
KURIKULUM PENDIDIKAN DASAR 9 TAHUN

Pendidikan dasar adalah bagian terpadu dari system pendidikan nasional. Pendidikan dasar merupakan pendidikan yang lamanya 9 tahun yang diselenggarakan selama 6 tahun di SD dan 3 tahun di SMP atau satuan pendidikan yang sederajat.
Penjabaran kurikulum pendidikan dasar 9 tahun disusun dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam bidang pendidikan dengan memperhatikan tahap perkembangan siswa dan kesesuaian dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian.
Tujuan pendidika dasar 9 tahun
Pendidikan dasar bertujuan memberikan bekal kemampuan dasar pada siswa untuk mengembangkan kehidupan sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga Negara, dan anggota umat manusia serta mempersiapkan siswa untuk mengikuti pendidikan menengah.
Isi program pengajaran
Isi kurikulum pendidikan dasar wajib memuat sekurang-kurangnya bahan kajian dan pelajaran tentang pendidikan Pancasila, pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa Indonesia, membaca dan menulis, matematika termasuk berhitung, pengantar sains dan teknologi, ilmu bumi, sejarah nasional dan sejarah umum, kerajinan tangan dan kesenian, pendidikan jasmani dan kesehatan, menggambar serta bahasa inggris.

Kompetensi Guru

PENDAHULUAN

Pendidikan di Indonesia pada saat ini bisa dikatakan masih tertinggal jauh dengan Negara- Negara lain yang sedang berkembang. Hal ini mungkin disebabkan karena system pendidikan di Indonesia sudah tidak sesuai lagi dengan tingkat perkembangan dan kemajuan zaman. Perlu adanya reformasi pendidikan dan pembenahan kembali system pendidikannya agar bisa mengejar ketertinggalannya.Guru yang merupakan salah satu bagian yang urgen dari proses pendidikan juga harus mengadakan pembaharuan-pembaharuan. Seorang guru tidak boleh stagnan karena akan membuatnya tertinggal dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin hari semakin berkembang pesat. Sebagai pengajar sekaligus pendidik, guru dituntut harus memiliki kecakapan dibidangnya. Profesionalisme harus dimiliki setiap guru demi mendongkrak keterpurukan dan ketertinggalan bangsanya dalam dunia pendidikan. Guru yang berkompeten akan memberikan pengaruh baik pada anak didiknya. Anak didik akan termotivasi dan lebih giat lagi dalam mennggali ilmu pengetahuan yang belum diketahuinya.Kecerdasan intelektual dan perilakunya sehari-hari merupakan sosok yang menjadi contoh bagi setiap anak didiknya. Oleh karena itu kompetensi dan profesionalitas guru sebaiknya sudah benar-benar direncanakan, diaplikasikan dan dikembangkan dalam kegiatan proses belajar mengajar.Dalam makalah ini akan dibahas sekelumit tentang kompetensi guru dan pengaruhnya terhadap anak didik. Serta akan dibahas pula mengenai kriteria guru yang berkompeten dan juga beberapa faktor yang menyebabkan kurangnya profesionalisme guru dalam mengajar anak didiknya.

PEMBAHASAN

Pengertian Kompetensi“Istilah kompetensi sebenarnya memiliki banyak makna sebagaimana yang dikemukakan berikut.Dalam buku Descriptif of qualitative nature or teacher behavior appears to be entire meaningfull (Broke and Stone, 1975), kompetensi merupakan gambaran hakikat kualitatif dari perilaku guru yang tampak sangat berarti.Dalam The state legally competent or qualified (Mc. Leod 1989), kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (WJS. Purwadarminta) kompetensi berarti (kewenangan) kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan suatu hal. Pengertian dasar kompetensi (competency) yakni kemampuan atau kecakapan.Adapun kompetensi guru (teacher competency) the ability of a teacher to responsibibly perform has or her duties appropriately. Kompetensi guru merupakan kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak.Dari beberapa gambaran pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kompetensi merupakan kemampuan dan kewenangan guru dalam melaksanakan profesi keguruannya.”[1]Seseorang yang kompeten di bidang tertentu adalah seseorang yang menguasai kecakapan kerja atau keahlian selaras dengan tuntutan bidang kerja yang bersangkutan dan dengan demikian ia mempunyai wewenang dalam pelayanan social di masyarakatnya. Secara nyata orang yang kompeten mampu bekerja di bidangnya secara efektif-efisien. Artinya, kadar kompetensi seseorang tidak hanya menunjuk kuantitas tetapi sekaligus menunjuk kualitas kerja.
B. Pengaruh Kompetensi Guru pada Anak Didik
Pada dasarnya prestasi subjek didik sangat dipengaruhi oleh kompetensi pengajarnya. Dalam konteks ini perlu dipahami dua definisi penting mengenai sebuah kompetensi yang harus dimiliki guru, yaitu:1) kompetensi guru adalah himpunan pengetahuan, kemampuan, dan keyakinan yang dimiliki seorang guru dan ditampilkan untuk situasi mengajar (Anderson, 1989, dalam Jacob, 2002, h.2);2) kompetensi mengajar adalah tingkah laku pengajar yang dapat diamati (Cruickshank, 1985, dalam Jacob, 2002, h.2).Sebuah kenyataan yang tidak dapat dipungkiri lagi bahwa profil kompetensi guru sangat berpengaruh besar terhadap prestasi siswa. Guru yang tidak menguasai bahan ajar, tidak menguasai landasan-landasan kependidikan, tidak menguasai psikologi belajar siswa, dan kompetensi lainnya sudah tidak dapat diandalkan lagi dalam konteks pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang yang profesional.
Saat ini guru sudah tidak memiliki waktu lagi untuk sekadar berdiam diri dalam menyikapi setiap perubahan cepat yang terjadi di dunia pendidikan. Ada 4 hal penting yang dapat diusahakan oleh guru untuk membangun kemantapan diri sekaligus mengembangkan kompetensi diri dan kompetensi mengajarnya, di antaranya:1. membangun kemantapan diri;2. mengikuti kegiatan-kegiatan ilmiah (seminar, lokakarya, diskusi ilmiah, dsb) secara berkesinambungan dalam merespons secara aktif setiap isu-isu terbaru yang berkembang dunia pendidikan;3. mempelajari hasil-hasil penelitian dari berbagai literatur tentang kompetensi mengajarnya yang berhubungan dengan prestasi subjek didik;4. sebagai hasil dari analisis tugas mengajar pada tingkat dan kurikulum yang berbeda.[2]
C. Kesiapan Guru
Ada pepatah Jawa mengatakan, guru adalah "digugu dan ditiru" (diikuti dan diteladani), berarti guru harus memiliki:
1. Penguasaan pengetahuan dan keterampilan. Seorang guru harus mempersiapkan diri sedini mungkin, jangan sampai ia kerepotan ketika berhadapan dengan siswa. Penguasaan materi sangat penting, jangan sampai pengetahuan seorang guru jauh lebih rendah dibandingkan siswa.
2. Kemampuan profesional yang baik. Seorang guru harus menjadikan tanggung jawabnya merupakan pekerjaan yang digandrungi.
3. Penuh rasa tanggung jawab sangat dibutuhkan, kemampuan untuk mengajar sesuai disiplin ilmu yang dimilikinya. Ironisnya kenyataan kini masih ada seorang guru mengajar tidak sesuai bidangnya. Misalnya, jurusan matematika mengajar bahasa Indonesia, jurusan dakwah mengajar PPKn, jurusan bahasa Indonesia mengajar penjaskes dan lain sebagainya.
4. Idealisme dan pengabdian yang tinggi. Hakikat seorang guru adalah pengabdian, dedikasi seorang guru harus tinggi, serta harus mampu menjunjung tinggi nilai-nilai pendidikan dengan tujuan mendidik, membina, mengayomi anak didiknya.
5. Memiliki keteladanan untuk diikuti dan dijadikan teladan. Keteladanan seorang guru merupakan perwujudan dari realisasi kegiatan belajar mengajar, serta menanamkan sikap kepercayaan terhadap siswa. Seorang guru berpenampilan baik dan sopan akan sangat berpengaruh terhadap sikap siswa.
Untuk meningkatkan profesionalisme guru, peranan guru tidak hanya sebagai teacher (pengajar), tapi guru harus berperan sebagai :
1. Pelatih (Coach)
2. Konselor
3. Manajer belajar[3]
1) Pelatih (coach), guru yang profesional, yang berperan ibarat pelatih olah raga. Ia lebih banyak membantu siswanya dalam permainan, bedanya permainan itu adalah belajar (game of learning) sebagai pelatih, guru mendorong siswanya untuk menguasai alat belajar, memotivasi siswa untuk bekerja keras dan mencapai prestasi setinggi-tingginya.
2) Konselor, guru akan menjadi sahabat siswa, teladan dalam pribadi yang mengundang rasa hormat dan keakraban dari siswa, menciptakan suasana di mana siswa belajar dalam kelompok kecil di bawah bimbingan guru.
3) Manajer belajar, guru akan bertindak ibarat manajer perusahaan, ia membimbing siswanya belajar, mengambil prakarsa, mengeluarkan ide terbaik yang dimilikinya. Di sisi lain, ia sebagai bagian dari siswa, ikut belajar bersama mereka sebagai pelajar, guru juga harus belajar dari teman seprofesi.
D. Faktor penyebab kurang profesionalnya guru
Ada beberapa faktor yang menyebabkan guru kurang profesional dalam memangku jabatannya. Pertama, faktor internal biologis. Guru juga manusia yang juga butuh kesehatan dan nutrisi seimbang melalui pola makan yang sehat agar bisa produktif. Sesuai anjuran para ahli, pola makan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Bisa disimpulkan, bagaimana mungkin para guru bisa sehat (produktif dan profesional), kalau hanya sekali makan telur atau lauk.
Kedua, faktor internal psikologis. Di samping punya tanggung jawab terhadap anak didik dan lembaga pendidikan, guru juga punya tanggung jawab terhadap keluarga (anak, suami/istri). Dengan penghasilan minim, ia akan mengalami ketidakpastian kesejahteraan hidup diri dan keluarganya. Sehingga satu per satu akan muncul kebutuhan atau dorongan lain.
Keadaan munculnya dua kebutuhan atau lebih saat bersamaan, akan menimbulkan konflik. Kurt Lewin (1890-1947) membedakan tiga macam konflik. Konflik yang dialami para guru adalah konflik approach, yakni jika dua kebutuhan atau lebih muncul secara bersamaan dan keduanya mempunyai nilai positif bagi individu.Jika muncul kebutuhan atau dorongan untuk bertindak tapi tidak dapat terpenuhi atau terhambat, akan menyebabkan frustrasi atau depresi. Gangguan frustrasi atau depresi secara fisik memang tidak tampak, namun siksaan bagi para pengidapnya sangat berat. Setiap detik penderita akan disesaki oleh kekhawatiran, ketakutan dan kengerian. Hal yang tak kalah berat dialami penderita depresi, tidak hanya pikiran tapi juga fisik. Sakit kepala, sakit perut dan tubuh makin kurus, kegembiraan hidup musnah dan hidup terasa hambar.
Ketiga, faktor eksternal psikologi. Gaji yang minim, penunjang profesionalitas juga minim. Kalau gaji minim tapi tanggung jawab berat, guru akan merasa tidak dihargai. Ada suatu kisah seorang guru di Jakarta yang harus mengajar anak-anak orang kaya. Murid-murid yang diajarnya sudah bisa komputer, internet, bahasa Inggris, dan berwawasan luas, disebabkanorang tuanya langganan koran. Akibatnya, sang guru merasa minder.
Tak kalah penting, yang perlu diperhatikan adalah proses rekruitmen guru. Proses rekruitmen guru tak sekadar mengisi kekurangan, tapi juga bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Sebab meski maraknya teknologi informasi mampu mengadakan sumber ajar yang besar, guru tetap memiliki peran strategis dalam dunia pendidikan.
Akhirnya, profesionalisme guru tidak hanya kembali pada guru itu sendiri, tapi juga dukungan, penghargaan dan political will pemerintah sangat dinantikan. Tanpa usaha serius dari semua pihak, kondisi guru akan makin memprihatinkan dan profesionalisme sulit dicapai.E. Macam-macam Kompetensi Keguruan1. Kompetensi Pedagogik dan Intelektual.
Tugas guru tidak hanya sekedar mengajar, tetapi juga mendidik. Mengajar adalah memberikan pengetahuan atau melatih kecakapan-kecakapan atau ketrampilan-ketrampilan kepada anak-anak. Jadi, dengan pengajaran guru berusaha membentuk kecerdasan dan ketangkasan anak. Sedangkan yang dimaksud dengan mendidik ialah membentuk budi pekerti dan watak anak-anak. Jadi, dengan pendidikan guru berusaha membentuk kesusilaan pada anak.
Untuk melakukan tugas sebagai guru, tidak sembarangan orang dapat menjalankannya. Sebagai guru yang baik harus memenuhi syarat-syarat yang ada di dalam Undang-Undang nomor 12 tahun 1994 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di sekolah untuk seluruh Indonesia, pada pasal 15 dinyatakan tentang guru sebagai berikut.
Syarat utama untuk menjadi guru, selain ijazah dan syarat-syarat yang mengenai kesehatan jasmani dan rohani, ialah sifat-sifat yang perlu untuk dapat memberi pendidikan dan pengajaran seperti yang dimaksud dalam pasal 3, 4 dan pasal 5 undang-undang ini.
Dari pasal-pasal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa syarat-syarat untuk menjadi guru adalah sebagai berikut:berijazah,sehat jasmani dan rohani,takwa kepada Tuhan YME dan berkelakuan baik,bertanggung jawab,berjiwa nasional[4].
Mengenai ijazah, ia bukanlah sekedar sehelai kertas saja. Ijazah adalah surat bukti yang menunjukkan bahwa seseorang telah mempunyai ilmu pengetahuan dan kesanggupan-kesanggupan tertentu, yang diperlukan untuk suatu jabatan atau pekerjaan.
Namun tentu saja belum dapat dipastikan bahwa setiap orang yang berijazah itu dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Tiap-tiap orang membutuhkan pengalaman-pengelaman dalam pekerjaannya untuk memperbaiki dan mempertinggi hasil pekerjaannya.Meskipun demikian, untuk menjadi seorang pendidik haruslah memiliki ijazah yang diperlukan. Itulah bukti bahwa yang bersangkutan telah mempunyai wewenang, telah dipercayai oleh Negara dan masyarakat untuk menjalankan tugasnya sebagai guru.
Menguasai mata pelajaranGuru harus selalu menambah pengetahuannya. Mengajar tidak dapat dipisahkan dari belajar. Guru yang pekerjaannya memberikan pengetahuan dan kecakapan-kecakapan kepada murid-muridnya, tidak akan mungkin berhasil dengan baik jika guru itu sendiri tidak selalu berusaha menambah pengetahuannya.
Guru bukanlah mesin yang dapat memberikan pengajaran tiap-tiap tahun dengan cara yang sama dan tentang pengetahuan yang itu-itu saja. Dunia makin maju. Kebudayaan manusia pun berubah dan bertambah. Penjelasan-penjelasan yang diberikannya berdasarkan pendapat pengerang-pengerang lain (buku-buku, dan sebagainya) belum tentu tetap benar, dan mungkin sudah tidak diakui lagi oleh masyarakat zamannya karena sudah ada yang penggantinya yang baru.Suka kepada mata pelajaran yang diberikannyaMengajarkan mata pelajaran yang disukainya hasilnya lebih baik dan mendatangkan kegembiraan baginya dari pada sebaliknya. Disekolah menengah hal ini penting bagi guru untuk memilih mata pelajaran apa yang disukainya yang kemudian untuk diajarkan pada murid-muridnya. Mungkin bagi guru baru, mula-mula apa saja yang disanggupinya.
Di sekolah-sekolah menengah, yang umumnya memakai system guru vak (tiap-tiap guru memegang satu atau dua mata pelajaran yang disukainya), hal ini tidak menjadi kesulitan. Tetapi, di sekolah rendah lain lagi kondisinya. Mata pelajaran di SD yang banyak macamnya itu diajarkan oleh seorang guru saja. Biarpun demikian, tiap-tiap guru hendaklah berusaha supaya menyukai pelajaran-pelajaran yang diberikan kepada murid-muridnya. Seorang guru yang selalu memperlihatkan gerak-gerik bahwa ia sendiri tidak suka kepada mata pelajaran yang diberikannya, akan mematikan semangat belajar murid.Berpengetahuan luasSelain menguasai mata pelajaran yang sudah menjadi tugasnya, seorang guru sebaiknya mengetahui pula tentang segala sesuatu yang penting-penting, yang ada hubungannya dengan tugasnya di dalam masyarakat. Guru merupakan tempat bertanya tentang segala sesuatu bagi masyarakat.
Guru haruslah seorang yang mempunyai perhatian intelektual yang luas dan yang tidak kunjung padam. Para guru hendaknya dapat melihat lebih banyak dari pada orang-orang lain, memikir lebih banyak lagi, dan mengerti lebih banyak dari pada orang lain di dalam masyarakat tempat ia hidup. Pendek kata, ia harus mengetahui lebih banyak tentang dunia ini.Pekerjaan guru berbeda dengan pegawai kantor lainnya. Guru mempunyai dua fungsi istimewa yang membedakan dari pegawai-pegawai dan pekerja-pekerja lainnya di dalam masyarakat, yaitu:
Mengadakan suatu jembatan antara sekolah dan dunia ini. Dalam hal ini jalan yang terbaik adalah menghubungkan dirinya sendiri dengan kejadian-kejadian dan keadaan-keadaan serta kemajuan-kemajuan yang terdapat di dalam masyarakat zamannya.
Mengadakan hubungan antara masa muda dan masa dewasa. Ia harus dapat menafsirkan / menjelaskan kehidupan seorang dewasa kepada para pemuda sehingga mereka akan menjadi dewasa pula. Untuk itu, seorang guru harus hidup dalam dua dunia, yaitu dunia anak-anak atau pemuda dan dunia orang dewasa.[5]
2. Kompetensi Sosial
Berpartisipasi aktifGuru mampu berperan secara aktif dalam pelestarian dan pengembangan budaya masyarakatnya. Dengan daya kritis serta selektifnya, guru hendaknya mampu mempertimbangkan, menentukan nilai-nilai budaya yang akan dijadikan dasar sekaligus sasaran dalam membimbing, mengajar, dan melatih siswanya.
Menjadi teladan masyarakat sekitarSeorang guru seharusnya sadar bahwa tugas dan kewajiban untuk mendidik bangsa tidak sebatas di lingkungan sekolah saja. Tugas dan kewajiban itu dibawa selamanya kemanapun. Tidak berarti usai bel terakhir berdentang, berakhir pula tugas seorang guru. Justru ada tugas dan kewajiban baru di tengah-tengah masyarakat.Guru harus mampu menjadi teladan dalam segala hal, terutama terkait dengan sikap dan perilaku seorang guru. Secara moral, tak dapat dipungkiri bahwa profesi guru memiliki tugas dan tanggung jawab lebih besar. Dan hendaknya semua itu dipandang secara positif, jangan dianggap sebagai beban.Keteladanan memang susah ditumbuhkan di hati para guru yang memilih profesi guru hanya sebagai mata pencahariannya. Mereka cenderung mambuat kalkulus untung rugi, sehingga tidak akan bekerja melebihi apa yang ada pada aturan dan prosedur.
Suka bergaul dan rendah hatiSelain makhluk individu, manusia juga makhluk social. Hidup saling membutuhkan, tidak mungkin seirang manusia mencukupi kebutuhan hidupnya tanpa bantuan orang lain. Sebagai makhluk social, interaksi antar sesame menjadi kebutuhan mutlak. Walaupun manusia memiliki Ego, namun pada saat-saat tertentu ego harus ditanggalkan.Seorang guru yang baik semestinya pandai bergaul, ia tidak boleh menutup diri seolah-olah tidak membutuuhkan masyarakat sekitarnya. Boleh saja guru menjaga privasinya, namun hendaknya tidak bertentangan dengan kepentingan masyarakat.
Dalam bergaul, seorang guru juga tidak boleh melupakan sikap rendah hati. Guru yang menampilkan sikap dan perilaku rendah hati akan lebih mudah diterima masyarakat. Berendah hati itu akan selalu membawa keberuntungan karena masyarakat suka pada pribadi yang rendah hati. Berendah hati menandakan sosok pribadi yang sudah kenyang makan garam kehidupan. Belajar pada padi yang semakin berisi semakin menunduk. Guru seharusnya sadar bahwa citranya di dalam masyarakat adalah sosok yang berilmu.
3. Kompetensi Personal
Kompetensi personal dari seorang guru merupakan modal dasar bagi guru yang bersangkutan dalam menjalankan tugas keguruannya secara professional. Kegiatan pendidikan pada dasarnya merupakan pengkhususan komunikasi personal antara guru dan siswa. Kompetensi personal menunjuk perlunya struktur kepribadian dewasa yang mantap, susila, dinamik (reflektif serta berupaya untuk maju), dan bertanggung jawab. Adapun beberapa kompetensi personal guru diantaranya sebagai berikut.Guru menghayati serta mengamalkan nilai hidup (termasuk nilai moral dan keimanan). Mengamalkan nilai hidup berarti guru yang bersangkutan dalam situasi tahu, mau, dan melakukan perbuatan nyata yang baik, yang mendamaikan diri beserta lingkungan sosialnya.
Guru hendaknya bertindak jujur dan bertangggung jawab; yang merupakan realisasi kesusilaan hidupnya, dan sekaligus merupakan pengakuan akan berbagai keterbatasannya yang perlu dibenahi dan atau diperkembangkan terus-menerus.Guru adalah pribadi yang bermental sehat dan stabil. Ciri dari seoran yang bermental sehat adalah realistis, mengenali diri serta potensi-potensinya, mengenali kelebihan serta kekurangannya, dan ulet dalam mendayagunakan seluruh kemampuannya untuk mencapai perkembangan diri serta karirnya.
Guru tampil secara pantas dan rapi, meliputi cara bertindak, bertutur, berpakaian, dan kebiasaan-kebiasaan lainnya.Guru hendaknya dapat menggunakan waktu luangnya secara bijaksana dan produktif. Dalam menggunakan waktu luang yang dimilikinya, guru diharap mampu merencanakannya secara rasional dan proporsional, pengisian waktu luang tersebut dapat berupa pelayanan social di lingkungannya (baik formal maupun informal), pengembangan hobi, kegiatan rekreatif, dan juga mencari tambahan penghasilan secara halal sebatas tidak mengganggu tugas pokoknya.4. Kompetensi ProfesionalSejak tahun 1979-1980 Depdikbud (Ditjen Dikdasmen dan Ditjen Dikti) telah merumuskan sepuluh kompetensi guru. Pada kenyataannya kesepuluh kemampuan dasar guru yang dituntut dalam dokumen tersebut masih menjadi harapan atau cita-cita yang mengarahkan mutu guru. Saat ini diduga masih banyak guru yang belum menguasai kesepuluh kemampuan dasar keguruan yang menjadi tolok ukur kinerjanya sebagai pendidik profesional, atau sebagian guru telah menguasai kesepuluh kemampuan dasar keguruan tersebut, tetapi bobot mutunya belum memadai (standar), atau sebagian guru menguasai beberapa dari kesepuluh kemampuan dasar keguruan tersebut dengan baik. Kesepuluh kompetensi dasar tersebut adalah:
Guru dituntut menguasai bahan ajar.
Guru mampu mengelola program belajar mengajar.
Guru mampu mengelola kelas.
Guru mampu menggunakan media dan sumber pengajaran.
Guru menguasai landasan-landasan kependidikan.
Guru mampu mengelola interaksi belajar mengajar.
Guru mampu menilai prestasi belajar siswa untuk kepentingan pengajaran.
Guru mengenal fungsi serta program pelayanan bimbingan dan penyuluhan.
Guru mengenal dan mampu ikut penyelenggaraan administrasi sekolah.
Guru memahami prinsip-prinsip penelitian pendidikan dan mampu menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan untuk kepentingan pengajaran.[6]
a) Guru dituntut menguasai bahan ajar.
Tugas guru adalah membantu siswanya dalam memperkembangkan akalnya (bidang ilmu pengetahuan) dan juga agar siswa menguasai kecakapan kerka tertentu. Untuk itu, mutu penguasaan bahan ajar dari para guru sangat menentukan keberhasilan pengajarannya.
b) Guru mampu mengelola program belajar mengajar.
Guru diharapkan secara fungsional menguasai tentang pendekatan system pengajaran, asas-ass pengajaran, prosedur, metode, strategi, teknik pengajaran, menguasai secara mendalam serta berstruktur bahan ajar, dan mampu merancang penggunaan fasilitas pengajaran.
c) Guru mampu mengelola kelas.
Inti dari pengelolaan kelas adalah usaha menciptakan situasi social kelas yang kondusif untuk belajar sebaik mungkin. Kerawanan dalam pengelolaan kelas, kerawanan ketertiban kelas, dan kerawanan semangat belajar kelas disebabkan oleh banyak factor, salah satu factor penting adalah mutu pengajaran guru yang rendah.
d) Guru mampu menggunakan media dan sumber pengajaran.
Pendayagunaan media (sebagai alat penyalur pesan pengajaran) dan sumber pengajaran dapat berupa penggunaan alat buatan guru, pemanfaatan kekayaan alam sekitar untuk belajar, pemanfaatan perpustakaan, pemanfaatan laboratorium, pemanfaatan nara sumber serta pengembang pengajaran di sekolah, dan pemanfaata fasilitas teknologis pengajaran yang lain.
e) Guru menguasai landasan-landasan kependidikan.
Landasan-landasan kependidikan adalah sejumlah disiplin ilmu yang wajib didalami calon guru, yang mendasari asas-asas dan kebijakan pendidikan (baik di sekolah maupun luar sekolah). Guru yang menguasai dasar keilmuan dengan mantap akan dapat memberi jaminan bahwa siswanya belajar sesuatu yang bermakna dari guru yang bersangkutan.
f) Guru mampu mengelola interaksi belajar mengajar.
Interaksi belajar-mengajar menunjukkan adanya kerjasama antar subjek dalam upaya mencapai tujuan pengajaran. Dalam pembelajaran, guru dituntut cakap dalam aspek didaktis-metodis (termasuk penggunaan alat pelajaran, media pengajaran, dan sumber pengajaran) agar siswa dapat belajar serta giat belajar bagi dirinya.
g) Guru mampu menilai prestasi belajar siswa untuk kepentingan pengajaran.
Taraf keahlian guru dalam pengukuran serta penilaian hasil belajar siswa mempunyai dampak yang luas. Peningkatan profesionalitas guru dalam pengukuran serta penilaian perlu diusahakan terus menerus oleh guru sendiri dan pihak-pihak lain yang terkait dengan masalah ini, misalnya dengan belajar sendiri, mengikuti penataran, lokakarya, seminar dan sejenisnya.
h) Guru mengenal fungsi serta program pelayanan bimbingan dan penyuluhan.
Inti dari kompetensi professional guru di bidang ini adalah guru mampu menjadi pertisipan yang baik dalam pelayanan bimbingan-konseling (BK) di sekolah. Fungsi utama pelayanan BK adalah membantu siswa untuk mengenali serta menerima diri beserta potensinya, membantu siswa untuk menentukan pilihan-pilihan yang tepat dalam hidupnya, dan secara keseluruhan membantu siswa agar menikmati kebahagiaan hidupnya.
i) Guru mengenal dan mampu ikut penyelenggaraan administrasi sekolah.
Secara operasional guru dituntut cakap cakap atau mampu bekerja sama secara terorganisasi dalam pengelolaan sekolah, berperan secara standar dalam tugasnya, mematuhi aturan-aturan sekolah dan tekun menjalani tertib kepegawaian yang berhubungan dengan perkembangan karirnya (Lihat: PP No. 30, tahun 1980, bab II, ps. 2 dan 3; Lampiran 3).
j) Guru memahami prinsip-prinsip penelitian pendidikan dan mampu menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan untuk kepentingan pengajaran.
Tuntutan kompetensi keguruan di bidang penelitian pendidikan merupakan tantangan kualitatif bagi guru untuk masa kini dan yang akan datang. Program serta upaya yang sistematis dari pihak yang berwajib untuk menjamin penguasaan kompetensi di bidang ini bagi kalangan para guru hendaknya terlaksana dalam tahap pendidikan guru pra jabatan dan pendidikan guru dalam jabatan.

PENUTUP

Membicarakan guru memang seolah tiada habisnya karena guru memang tidak akan pernah terlepas dari keikutsertaannya di dalam dunia pendidikan. Dan kita tahu berbagai masalah dan perkembangan di dunua pendidikan semakin hari semakin kompleks seiring dengan kemajuan pola piker dan daya nalar otak manusia.Namun demikian ada beberapa poin penting yang harus diperhatikan. Beberapa diantaranya adalah :
Ø Profesionalisme guru tidak hanya kembali pada guru itu sendiri, tapi juga dukungan, penghargaan dan political will pemerintah sangat dinantikan. Tanpa usaha serius dari semua pihak, kondisi guru akan makin memprihatinkan dan profesionalisme sulit dicapai.
Ø Menjadi guru tidaklah sama dengan pegawai lainnya. Seorang guru harus mampu menjadi teladan yang baik bagi anak didiknya. Selain itu juga guru hendaknya jangan terlalu berorientasi pada penghitungan untung rugi. Jika orientasinya hanya untung rugi dalam pendapatannya lebih baik jangan menjadi guru.
Ø Guru harus berkompeten dibidangnya. Baik itu di sekolah maupun di luar sekolah.
Ø Kompetensi guru sangat mempengaruhi prestasi akan didiknya. Guru yang tidak kompeten hanya akan membuat prestasi anak didiknya merosot bahkan nilainya bisa jatuh, gara-gara pemberian materinya tidak bisa ditangkap dipahami.
Daftar Pustaka
Irmim, Soejitno dan Abdul Rochim. Menjadi Guru yang Bisa digugu dan ditiru. Seyma Media. 2004
Purwanto, M. Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Samana, A. Profesionalisme Keguruan. Yogyakarta: Kanisius. 1994
Usman, Moh. Uzer. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya. 1996
Catatan Kaki
[1] Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996) halaman 14[2] //http: www.google.com Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia.[3] //http:www.google.com[4] M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis (: Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006) halaman 139[5] Ibid, halaman 148[6] A. Samana, Profesionalisme Keguruan. (Kanisius: Yogyakarta 1994) halaman 61 - 68